Peminat Sains Qur’an/Dosen Pasca Sarjana Magister Teknik Sipil UIR
Penjelasan mengenai puasa dan berbagai manfaatnya itu di dasari atas firman Allah SWT yang menyebutkan (Mahasin at-Ta’wil karya al-Qasimi, 2/87). “Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.”
Beberapa dokter menganjurkan penderita penyakit saluran kemih, terutama penderita kencing batu dan gagal ginjal, untuk tidak berpuasa. Mereka harus mengkonsumsi cairan lebih banyak sehingga puasa dikhawatirkan berdampak negatif bagi kondisi mereka, padahal tidak demikian. Penelitian lain menunjukkan bahwa justru karena berpuasa, pembentukan batu-batuan dan pengkristalan garam tidak terjadi. Karena itu puasa tidak berdampak negatif bagi penderita penyakit saluran kemih.
Selain itu, ada lagi anggapan yang keliru mengenai puasa. Hilangnya sejumlah cairan tubuh, melemahnya detak jantung, dan bertambahnya ketegangan saat berpuasa, disinyalir dapat menghambat pembekuan darah. Keadaan ini sangat berbahaya, bisa dikenal dengan penyakit hemofilia, yakni kecenderungan darah yang tidak mau membeku sehingga akan terus-menerus mengalir apabila penderita terluka. Akan tetapi, puasa dalam Islam tidak berdampak apa pun, termasuk yang berkaitan dengan penyakit dan penderitanya.
Puasa juga bukanlah sebuah ancaman bagi sebagian besar penderita diabetes atau kencing manis. Sebaliknya, puasa memberikan manfaat yang besar bagi mereka (R.A. Sulimani, F.O Famuyiwa, and M.A. Laajam, “Diabetes Melitus Ramadan Fasting: The Need for A critical Appriasal”.
Puasa dapat menyembuhkan berbagai penyakit berbahaya. Berikut ini beberapa penyakit yang dapat disembuhkan dengan berpuasa, menurut Ensiklopedi Kemukjizatan Ilmiah dalam Al-Qur’an dan Sunah. Di antaranya adalah:
Puasa dapat mengatasi penyakit yang diakibatkan kegemukan, seperti penebalan dinding pembuluh nadi, tekanan darah tinggi, dan beberapa penyakit yang menyerang organ hati. Puasa juga dapat mengobati berbagai gangguan sirkulasi darah pusat, seperti penyakit raynaud (kejang pada pembuluh darah di jari tangan dan jari kaki) dan penyakit berger (biasa dijumpai pada penderita hipertensi dan gagal ginjal kronik).”
Puasa yang dilakukan secara berkesinambungan sesuai aturan medis dapat mengobati penyakit rematik. Dan puasa yang dilakukan sesuai aturan Islam dapat mengurangi peningkatan asam lambung. Selain itu, puasa juga membantu penyembuhan luka lambung, terutama biola disertai terapi yang sesuai. Puasa tidak membahayakan wanita hamil dan menyusui. Puasa tidak mengubah susunan kimia dan metabolisme tubuh tubuh wanita yang sedang menyusui dan wanita hamil di usia pertama dan menengah kehamilannya. Meskipun begitu, mereka disarankan untuk tidak berpuasa demi menjaga asupan makanan bagi sang bayi.
Pendekatan kesehatan, mengapa kita perlu berpuasa? Bagi Kesehatan Fisik Umat Islam tidak berpuasa karena alasan manfaat puasa bagi kesehatan. Padahal sejak lama, puasa dijadikan semacam terapi bagi mereka yang bermasalah dalam hal kelebihan berat badan. Dengan berpuasa, kerja alat-alat pencernaan diistirahatkan. Berpuasa mempunyai efek yang banyak berlawanan dibandingkan jika seseorang melakukan diet ketat untuk menurunkan berat badannya. pada saat-saat tertentu, perut memang harus diistirahatkan dari bekerja memproses makanan yang masuk sebagaimana juga mesin harus diistirahatkan, apalagi di dalam Islam, isi perut kita memang harus dibagi menjadi tiga, sepertiga untuk makanan, sepertiga untuk air dan sepertiga untuk udara.
Puasanya umat Islam di bulan Ramadhan sangat berbeda dengan perencanaan diet. Puasa Ramadhan tidak mengurangi asupan gizi dan kalori, cuma kadarnya sedikit lebih rendah dari kebutuhan nutrisi yang normal. Selain itu, orang yang berpuasa di bulan Ramadhan, masih bisa menyantap setiap jenis makanan, sementara mereka yang berpuasa untuk diet, hanya boleh makan makanan tertentu. Faktor lainnya yang membuat puasa Ramadhan menyehatkan adalah, mereka yang berpuasa melakukannya dengan sukarela dan hati yang ikhlas, bukan karena resep atau anjuran dari dokter.
Berdasarkan sumber yang saya kutip (dari artikel Bambang Riadi Dosen Kimia UIN Malang), menjelaskan tentang puasa dan Kesehatan Psikis. Dari sisi psikis, orang yang berpuasa pada bulan Ramadhan cenderung merasa tenang dan damai. Setiap orang berusaha untuk menahan amarahnya dan tingkat kejahatan pada bulan Ramadhan biasanya menurun. Umat Islam senantiasa mengingat nasehat Nabi Muhammad SAW yang mengatakan, “Jika sesesorang menghujatmu atau menyulut emosimu, katakanlah bahwa saya sedang berpuasa.” Meningkatnya kualitas psikis inilah yang berkaitan dengan stabilitas gula darah yang lebih baik selama bulan Ramadhan, yang berpengaruh pada perubahan tingkah laku. Begitu juga dengan kebiasaan sholat malam. Sholat bukan hanya bermanfaat bagi penyerapan makanan, tapi juga untuk melepaskan energi. Setiap sholat dengan gerakan-gerakannya yang ringan seseorang melepaskan 10 ekstra kalori. Dengan kombinasi itu, sholat menjadi semacam olahraga yang cukup baik selama Ramadhan. Sama halnya dengan kebiasaan membaca Al-Qur’an, bukan hanya membuat hati dan pikiran tenang, tapi juga bisa menjaga hapalan Al-Qur’an.
Beberapa referensi medis mengelompokkan at-tajwi’ (upaya pelaparan) kedalam tiga tahap, yaitu tahap sementara, sedang, dan lama (J.Hiwel Thomas and Brian Gillham, “Will’s Biochemical Basis of Medicine’ edisi ke-2, 1989, London, hlm, 97-114, 272-79). Sebagai berikut ini.
Proses pelaparan pada puasa dalam Islam diawali sejak berakhirnya masa penyerapan makanan, yaitu setelah lima jam setelah makan, hingga sekitar dua belas jam setelah itu. Akan tetapi, menurut sebagian ahli, waktu tersebut kadang memanjang hingga empat belas jam. Pada masa itulah puasa secara Islam terlaksana. Menurut standar ilmiah, penghentian makan semacam itu dianggap aman.
Selama tidak mengkonsumsi makanan dan minuman, pada kadar tertentu, tubuh melahirkan senyawa keton. Lemak tidak teroksidasi pada masa ketone bodies (senyawa keton dalam tubuh ini). Karena itu, glukosa menjadi satu-satunya energi bagi otak. Protein juga tidak digunakan untuk memproduksi energi sebab dalam ukuran tertentu, penggunaan protein dapat mengakibatkan rusaknya keseimbangan nitrogen dalam tubuh.
Hal ini berbeda dengan puasa yang dilakukan secara Islam. Puasa dalam Islam yang dilakukan selama sekitar dua belas jam hingga enam belas jam, terbagi atas dua tahap, yaitu tahap penyerapan dan tahap pascapenyerapan. Pada tahapan itu, sistem penyerapan dan metabolisme terjadi secara seimbang. Penguraian glikogen terstimulasi, lemak-lemak teroksidasi dan terurai, pemecahan protein pun terjadi hingga membentuk glukosa yang baru. Tidak terjadi kerusakan apa pun pada tubuh, termasuk keseimbangan nitrogen sebab pembakaran protein terjadi secara seimbang.
Berdasarkan hal itu, sebagian ilmuan berpendapat bahwa masa setelah penyerapan makanan merupakan tahap pelaparan. Kondisi di atas membuktikan bahwa puasa dalam Islam mengandung kemudahan yang tak dapat dipersamakan dengan tahapan proses pelaparan lainnya.
Pemasokan energi bagi otak, sel darah merah, dan sistem saraf bergantung pada glukosa. Puasa yang dilakukan secara medis, baik yang dilakukan dalam waktu sebentar maupun lama, tidak hanya mempengaruhi keaktifan sistem tubuh, tetapi juga mempengaruhi banyak hal selain itu. Akibatnya, puasa secara medis dapat menimbulkan kerusakan pada beberapa fungsi organ tubuh.
Puasa secara Islam merupakan model sistem pencernaan yang paling ideal. Hal ini disebabkan terjadinya dua tahapan di sana, yaitu tahap pembentukan dan tahap penghancuran. Usai berbuka dan makan sahur, terjadi proses pembentukan susunan penting dalam sel tubuh melalui pembaharuan zat yang disimpan untuk diproduksi sebagai energi. Usai masa penyerapan makanan berlangsung sesudah makan sahur, terjadi proses penghancuran cadangan makanan yang berupa glikogen dan lemak untuk diuraikan menjadi energi yang digunakan pada siang harinya.
Karena itu, Rasulullah SAW sangat menekankan dan menganjurkan seseorang untuk makan sahur. Diriwayatkan oleh Anas bin Malik, ia berkata, “Rasulullah ASW bersabda. ‘Makan sahurlah kalian karena di dalam makan sahur terdapat keberkahan.” (HR. Muttafag’alaih).*** Sumber ...